Kamis, 26 Juli 2018

“Kato Nan Ampek” yang Makin ‘Pudar’ di Generasi Minang Saat Ini
Indak tau manahu di nan ampek. Biasanya itulah yang diucapkan oleh mamak atau orang tua untuk orang yang tidak pandai sopan santun dalam berbicara. Ungkapan ini biasanya keluar dari mulut mamak karena kemenakannya sudah tidak bisa ditagah. Sehingga inilah puncak kekesalan mamak menasihati anak kemenakannya.

Kato nan ampek adalah adat berbicara di minang. Setiap orang dituntut paham perbedaan cara berbincang-bincang dengan orang berbeda. Indak ka pernah samo datanyo sawah jo pamatang. Maksudnya setiap orang punya tingkatan-tingkatan tertentu di masyarakat. 
  1. Kato Mandaki Ini merupakan adat berbicara dengan orang yang lebih dituakan, misalnya dengan ayah, ibu, mamak dll. Berbicara dengan orang yang lebih tua haruslah dengan lemah lembut dan penuh sopan santun. Tidak boleh memotong pembicaraan, apalagi membantah. Selagi apa yang dikatakan adalah benar dan demi kebaikan, kita tidak boleh melawan perkataan orang yang lebih dituakan. Untuk kata sapaan sendiri, juga dibedakan. Untuk panggilan terhadap diri sendiri biasanya menggunakan awak atau ambo.
  2. Kato Manurun Kato manurun digunakan saat berbicara dengan lawan bicara yang lebih kecil, misalnya dengan adik. Sebagai saudara yang lebih tua hendaklah berbicara dengan kasih sayang, mengajarkan dengan baik. Bukan malah membentak-bentak, atau menyuruh dengan kata-kata kasar. Biasakan menggunakan kata tolong dan terimakasih. Untuk kata panggilan terhadap diri sendiri biasanya menggunakan kata uda , uwan, atau uni, dll.“diak, tolong balikan uda Rokok Timbakau ka lapau ciek lah” 
  3. Kato Mandata Yang satu ini biasanya digunakan untuk berkelakar dengan teman seumuran. Biasanya kata-kata yang digunakan lebih bebas, dan kadang juga kasar. Apalagi dalam pertemanan anak laki-laki. Tapi justru dengan demikian maka hubungan pertemanan akan lebih akrab dan tidak kaku. Baca Juga :  Mengenal Makna, Sejarah dan Filosofi Gerakan Tari Rantak Aden, deyen biasa digunakan untuk panggilan terhadap diri sendiri, untuk panggilan orang lain biasa digunakan waang, ang, akau, mandan, andan, ndan dll. “kama tu ndan? Kamarilah bakoa lu salakon”
  4. Kato Malereng Jenis kato ka-ampek ini biasa digunakan untuk berbicara antara orang yang segan-menyegani. Misalnya antara mertua dan menantu, Sumando dan Pasumandan, ipa jo bisan. Biasanya pembicaraan menggunakan kata kiasan yang sifatnya tidak langsung. Kok lai dapek di sutan mancari bareh sagantang sahari, ambo ndak baa sajo anak ambo sutan pabini

Secara logika mungkin tidak masuk akal, bagaimana mungkin dengan sagantang beras bisa cukup untuk makan sekeluarga. Nasi tentulah harus ada lauk-pauk, sayur dll. Jadi maksud mertuanya tersebut adalah, orang tersebut haruslah memiliki mata pencaharian sehingga bisa memnuhi semua kebutuhan keluarganya, tidak hanya makan, tetapi juga nafkah yang lain.
Demikianlah indahnya budaya minang, penuh dengan berbagai nilai filosofi adat. Bahkan hal sekecil inipun ada aturannya. Selain haru tahu dengan Kato nan ampek, orang minang juga harus tahu di nan ampek. Apa itu? Itulah 4 jenis adat yang harus diamalkan. Adat nan sabana adat, adat nan teradat, adat nan diadatkan dan adat istiadat. Apa bedanya masing-masing dari keempat adat tersebut?

0 komentar:

Posting Komentar

VISIT TODAY

Posting News

popcash

Featured Posts

Formulir Kontak

Videos